Sejarah Sunan Drajat-Walisongo
Sunan Drajat Nama kecilnya Raden
Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang.
Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun
1470 M. Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah
ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog –pesisir
Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat
berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur,
yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Sunan Drajat menghabiskan masa kanak-kanak dan
remajanya di kampung halamannya di Ampel Denta, Surabaya. Setelah dewasa,
beliau diperintahkan oleh ayahandanya, Sunan Ampel, untuk berdakwah ke pesisir
barat Gresik. Maka, berlayarlah Sunan Drajat. Dari Surabaya, dengan menumpang
biduk nelayan. Di tengah perjalananannya, perahu yang ditumpangi Sunan drajat
terseret badai dan kemudian pecah dihantam ombak di daerah Lamongan, sebelah
barat Gresik. Sunan Drajat selamat dengan berpegangan pada dayung perahu.
Selanjutnya, beliau ditolong oleh ikan cucut dan ikan talang (ada juga yang
menyebut ikan cakalang). Dengan menunggang pada kedua ikan tersebut, Sunan
Drajat berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung
Jelak, Banjarwati. Berdasarkan sejarah, peristiwa ini terjadi sekitar tahun
1485 Masehi. Di sana, Sunan Drajat disambut baik oleh tetua kampung bernama
Mbah dan Mbah Mayang Madu.
Dua tokoh tersebut sudah diislamkan oleh pendakwah
asal Surabaya, yang juga terdampar di tempat itu beberapa tahun sebelumnya.
Sunan Drajat lantas menetap di Jelak, dan menikah dengan Kemuning, putri dari
Mbah Mayang Madu. Di Jelak, Raden Qasim kemudian mendirikan sebuah surau, dan
akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji ratusan penduduk. Jelak, yang mulanya
hanyalah dusun kecil yang terpencil, lama kelamaan tumbuh menjadi kampung yang
besar dan ramai. Namanya pun berubah menjadi Banjaranyar. 3 tahun kemudian,
Sunan Drajat pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak, menuju
tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat
tersebut kemudian dinamai Desa Drajat.
Dari sinilah beliau mulai mendapatkan gelar Sunan Drajat.
Dalam pengajaran tauhid
dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak
mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi
cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia
menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat
pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.
Sunan Drajat juga
dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya,
ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.
Baca Juga : Tempat Makam Wali Songo / 9
Sejarah Sunan Drajat [ Walisongo]
4/
5
Oleh
Martiza Info