Waliyullah VS Wali Setan
Pengertian waliyullah itu apa?..
Waliyullah Secara etimologi berarti dekat. Adapun
secara terminologi menurut pengertian sebagian ulama ahlussunah, wali adalah
orang yang beriman lagi bertakwa tetapi bukan Nabi.
Sebagian ulama lain berpendapat
bahwa seluruh orang yang beriman lagi bertaqwa adalah disebut waliyullah, dan
waliyullah yang paling utama adalah para nabi, yang paling utama diantara para
nabi adalah para rasul, yang paling utama diantara para rasul adalah Ulul
‘azmi, yang paling utama diantara Ulul ‘azmi adalah Nabi Muhammad shalAllohu
‘alaihi wa sallam.
Baca Juga : Sejarah Wali Songo Di Pulau JawaMaka para waliyullah tersebut memiliki perberbedaan dalam tingkat keimanan mereka, sebagaimana mereka memiliki tingkat yang berbeda pula dalam kedekatan Mereka dengan Alloh.
Maka dapat disimpulkan disini bahwa wali-wali Alloh
terbagi kepada dua golongan:
Golongan
Pertama: Assaabiquun
Almuqarrabuun (barisan terdepan dari orang-orang yang dekat dengan Alloh).
Yaitu mereka yang melakukan hal-hal yang mandub (sunnah) serta menjauhi hal-hal
yang makruh disamping melakukan hal-hal yang wajib. Sebagaimana lanjutan
hadits: “Dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan
amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya”.
Golongan
Kedua: Ashaabulyamiin
(golongan kanan). Yaitu mereka hanya cukup dengan melaksanakan hal-hal yang
wajib saja serta menjauhi hal-hal yang diharamkan, tanpa melakukan hal-hal yang
mandub atau menjauhi hal-hal yang makruh.
Sebagaimana yang disebutkan dalam potongan hadits di
atas: “Dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan
sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan
kepadanya”.
Kedua golongan ini disebutkan Alloh dalan firman-Nya:
“Adapun jika ia termasuk golongan yang dekat (kepada Alloh). Maka dia memperoleh ketentraman dan rezki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika ia termasuk golongan kanan. Maka keselamatan bagimu dari golongan kanan”. (Al Waaqi’ah: 88-91).
Kemudian para wali itu terbagi pula menurut amalan dan
perbuatan Mereka kepada dua bagian; wali Alloh dan
wali setan. Maka untuk membedakan diantara kedua jenis wali ini perlu
kita melihat amalan seorang wali tersebut, bila amalannya benar menurut Al
Quran dan Sunnah maka dia adalah wali Alloh sebaliknya bila amalannya penuh
dengan kesyirikan dan segala bentuk bid’ah maka dia adalah wali setan. Berikut
kita akan rinci ciri-ciri dari kedua jenis wali tersebut.
Ciri-Ciri
Waliyullah
Alloh telah menyebutkan ciri para waliNya dalam firmannya, “Ingatlah; sesungguhnya para wali-wali Alloh Mereka tidak merasa takut dan tidak pula merasa sedih. Yaitu orang-orang yang beriman lagi bertaqwa”. (Yunus: 62-63).
Ciri
pertama, beriman,
artinya keimanan yang yang dimilikinya tidak dicampuri oleh berbagai bentuk
kesyirikan. Keimanan tersebut tidak hanya sekedar pengakuan tetapi keimanan
yang mengantarkan kepada bertakwa. Landasan keimanan yang pertama adalah Dua
kalimat syahadat. Maka orang yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat atau
melakukan hal-hal yang membatalkan kalimat tauhid tersebut adalah bukan wali
Alloh. Seperti menjadikan wali sebagai perantara dalam beribadah kepada Alloh,
atau menganggap bahwa hukum selain Islam adalah sama atau lebih baik dari hukum
Islam. Atau berpendapat semua agama adalah benar. Atau berkeyakinan bahwa
kenabian dan kerasulan tetap ada sampai hari kiamat bahwa Muhammad shalAllohu
‘alaihi wa sallam bukan penutup segala rasul dan nabi.
Ciri
kedua, bertaqwa,
artinya ia melakukan apa yang diperintah Alloh dan menjauhi apa yang dilarang
Alloh. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ini yaitu melakukan hal-hal
yang diwajibkan agama, ditambah lagi dengan amalan-amalan sunnah. Maka oleh
sebab itu kalau ada orang yang mengaku sebagai wali, tapi ia meninggalkan
beramal kepada Alloh maka ia termasuk pada jenis wali yang kedua yaitu wali
setan. Atau melakukan ibadah-ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya. Baik dalam bentuk shalat maupun zikir, dll.
Ciri-Ciri
Wali Setan
Adapun ciri wali setan adalah orang yang mengikuti
kemauan syetan, mulai dari melakukan syirik dan bid’ah sampai bebagai bentuk
kemaksiatan. Diantaranya adalah apa yang disebutkan dalam hadits ini yaitu
memusuhi wali-wali Alloh. Banyak cara setan dalam menyesatkan wali-walinya
diantaranya adalah bila ada orang yang melarang berdo’a atau meminta dikuburan
wali, syetan langsung membisikan kepadanya bahwa orang ini tidak menghormati
wali.
Sebagaimana Alloh terangkan dalam firmanNya bahwa
setan juga memberikan wahyu kepada para wali-wali mereka:
“Sesunguhnya setan-setan itu mewahyukankan kepada wali-wali Mereka untuk membantahmu, jika kamu mentaati Mereka sesungguhnya kamu termasuk menjadi orang-orang musyrikin”. (Al An’aam: 121).
Sesungguhnya menghormati wali bukanlah dengan berdo’a
di kuburannya, justru ini adalah perbuatan yang dibenci wali itu sendiri karena
telah menyekutukannya dengan Alloh. Manakah yang lebih tinggi kehormatan
seorang wali disisi Alloh dengan kehormatan seorang nabi? Jelas nabi lebih
tinggi. Jangankan meminta kepada wali kepada nabi sekalipun tidak boleh berdoa.
Jangankan saat setelah mati di waktu hidup saja nabi tidak mampu mendatangkan
manfaat untuk dirinya sendiri, apalagi untuk orang lain setelah mati!. Kalau
hal itu benar tentulah para sahabat akan berbondong-bondong kekuburan nabi
shalAllohu ‘alaihi wa sallam saat Mereka kekeringan atau kelaparan atau saat
diserang oleh musuh. Tapi kenyataan justru sebaliknya, saat paceklik terjadi di
Madinah, Umar bin Khatab mengajak kaum muslimin melakukan shalat istikharah
kemudian menyuruh Abbas bin Abdul Muthalib berdoa, karena kedekatannya dengan
nabi, bukannya Umar meminta kepada Nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam. Karena
kehidupan beliau di alam barzah tidak bisa disamakan dengan kehidupan di alam
dunia.
Kemudian bentuk lain dari cara setan dalam menyesatkan
wali-walinya adalah dengan memotivasi seseorang melakukan amalan-amalan bid’ah,
sebagai contoh kisah yang amat mashur yaitu kisah Sunan Kalijaga, kita tidak
mengetahui apakah itu benar dilakukan beliau atau kisah yang didustakan atas
nama beliau, namun kita tidak mengikari kalau memang beliau seorang wali, yang
kita cermati adalah kisah kewalian beliau yang jauh dari tuntunan sunnah, yaitu
beliau bersemedi selama empat puluh hari di tepi sebuah sungai kemudian di
akhir persemedian beliau mendapatkan karomah. Kejanggalan pertama dari kisah
ini adalah bagaimana beliau melakukan shalat, kalau beliau shalat berarti telah
meninggalkan shalat berjama’ah dan shalat jum’at? adakah petunjuk dari
Rasulullah untuk mencari karomah dengan persemedian seperti ini? Dengan
meninggalkan shalat atau meninggalkan shalat berjamaah dan shalat jum’at.
Banyak orang berasumsi bila seseorang memiliki atau
dapat melakukan hal-hal yang luar biasa dianggap sebagai wali. Padahal belum
tentu, boleh jadi itu adalah tipuan atau sihir, atas bantuan setan dan jin
setelah ia melakukan apa yang diminta oleh jin dan setan tersebut. Seperti ada
orang yang bisa terbang atau berjalan diatas air atau tahan pedang atau bisa
memberi tahu tentang sesuatu yang hilang, oleh sebab itu yang perlu dicermati
dari setiap orang memiliki hal-hal yang serupa adalah bagaimana amalanya apakah
amalanya sehari-hari menurut sunnah atau tidak? sebagaimana dikatakan Imam
Syafi’i:
“Bila kamu melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka ukurlah amalannya dengan sunnah”.
Karena setan bisa membawa seseorang untuk terbang,
atau memberitahu para walinya sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain.
Sebagaimana Dajjal yang akan datang diakhir zaman memiliki kekuatan yang luar
biasa. Begitu pula para kaum musyrikin dapat mendengar suara dari berhala yang
mereka sembah, pada hal itu adalah suara syetan. Dan banyak sekali kejadian
yang luar biasa dimiliki oleh orang-orang yang sesat begitu pula orang yang
murtad dsb. Yang kesemuanya adalah atas tipuan setan.
Sebagaimana yang diriwayatkan dalam kisah seorang nabi
palsu Mukhtar bin Abi ‘Ubaid, yang mengaku sebagai nabi. Kita mengaku bahwa dia
menerima wahyu, lalu seseorang berkata kepada Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas:
sesungguhnya Mukhtar mengaku diturunkan kepadanya wahyu? Dua orang sahabat
tersebut menjawab: benar, kemudian salah seorang dari Mereka membaca firman
Alloh:
“Maukah kamu Aku beritakan kepada siapa turunnya para setan? Mereka turun kepada setiap pendusta yang banyak dosa “. (Asy Syu’araa: 221-222). Dan yang lain membaca firman Alloh, “Dan sesungguhnya para setan itu mewahyukan kepada wali-wali Mereka untuk membantahmu”. (Al An’aam: 121).
Oleh sebab itu bila seseorang mendapat ilham dia tidak
boleh langsung percaya sampai ia mengukur kebenarannya dengan Al Qur’an dan
Sunnah. Karena nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam sebuah
hadits: “Sesungguhnya dalam diri anak Adam terdapat bisikan dari setan dan
bisikan dari malaikat”. (HR. At Tirmizy no: 2988).
Berkata Abu Sulaiman Ad Daraany: “Boleh jadi terbetik di hatiku apa yang terbetik di hati Mereka (orang-orang sufi) maka aku tidak menerimanya kecuali dengan dua saksi dari kitab dan sunnah”.
Sumber:
http://muslim.or.id
Wali Allah Vs Wali Setan
4/
5
Oleh
Martiza Info