Wednesday

Sejarah Gerhana Matahari dan Bulan Yang Ada Di Berbagai Negara

Sejarah Sikap Manusia Menghadapi Gerhana

Terjadi Gerhana Di negeri Cina, dahulu orang percaya bahwa gerhana terjadi karena seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana sebagai “chih” yang artinya “memakan”.

Terjadi Gerhana Di Jepang, dahulu orang percaya bahwa gerhana terjadi karena ada racun yang disebarkan ke bumi. Untuk menghindari air di bumi terkontaminasi oleh racun tersebut, maka orang-orang menutupi sumur-sumur mereka.
Di Indonesia, khususnya Jawa, dahulu orang-orang menganggap bahwa gerhana bulan terjadi karena Batara Kala alias raksasa jahat, memakan bulan. Mereka kemudian beramai-ramai memukul kentongan pada saat gerhana untuk menakut-nakuti dan mengusir Batara Kala.

Bagi orang-orang suku Quraisy Arab dahulu, gerhana bulan dikaitkan dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran seseorang.

Di zaman Rasulullah pun, ketika terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan meninggalnya putra Rasul yang bernama Ibrahim, sebagian orang masih menganggap terjadinya gerhana itu karena kematian putra beliau.

Semua kepercayaan itu tak lain adalah mitos atau takhayul yang karena pengetahuan masyarakat tentang alam, khusunya bumi, matahari dan rembulan belum cukup memadai. Sebagian dari mereka bahkan masih memgang kepercayaan yang disebut animisme dan dinamisme. Lalu bagaimanakah Islam memandang fenomena gerhana ini ?

Peristiwa Gerhana Pada Zaman Rosulullah
Kepercayaan-kepercayaan yang disebutkan sebelum ini diluruskan oleh Rasulullah. Dalam Islam, gerhana bulan atau matahari adalah bentuk keagungan Allah sebagai Maha Pencipta, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah :
 
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka lakukanlah shalat gerhana.” (Shahih Bukhari, 1042).
Rasulullah bersabda dalam hadits lain  
 
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena terkait kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka berdzikirlah, bertakbirlah, lakukanlah shalat dan bersedekahlah.” (Shahih
Bukhari, 1044).

TATACARA SHALAT GERHANA
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
 
“Terjadi gerhana matahari pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, kemudian Beliau keluar menuju masjid untuk melaksanakan sholat, dan para sahabat berdiri dibelakang Beliau membuat barisan shof sholat, lalu Beliau bertakbir dan membaca surat yang panjang, kemudian bertakbir dan ruku’ dengan ruku’ yang lama, lalu bangun dan mengucapkan : ‘sami’allahu liman hamidah’. Kemudian bangkit dari ruku’ dan tidak dilanjutkan dengan sujud, lalu membaca lagi dengan surat yang panjang yang bacaannya lebih singkat dari bacaan yang pertama tadi. Kemudian bertakbir, lantas ruku’ sambil memanjangkannya, yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama. Lalu mengucapkan : ‘sami’allahu liman hamidah, Rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian sujud. Beliau melakukan pada raka’at yang terakhir seperti itu pula maka sempurnalah empat kali ruku’ pada empat kali sujud” (HR. Bukhori no. 1046, Muslim no. 2129).
Cara Solat Gerhana
Takbiratul ihram
Membaca do’a istiftah kemudian berta’awudz, dan membaca surat Al Fatihah dilanjutkan membaca surat yang panjang.
Kemudian ruku’, dengan memanjangkan ruku’nya.
Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’.
Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama.
Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian berhenti dengan lama.
Kemudian melakukan dua kali sujud dengan memanjangkannya, diantara keduanya melakukan duduk antara dua sujud sambil memanjangkannya.
Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
Tasyahud, kemudian Salam.
(Kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah, Juz. 3 Hal. 313, dan al-Majmu’ karya Imam Nawawi, Juz. 5 Hal. 48)
Madzhab Hanafi berpendapat shalat gerhana sama seperti shalat biasa 
Niat Solat Gerhana
HUKUM & JUMLAH KHUTBAH SETELAH SHALAT GERHANA
TIDAK SUNNAH Madzhab Hanafi, Maliki & salah satu pendapat Imam Ahmad (Kitab al-Mughni, Juz. 2, Hal. 144)
Madzhab Maliki menganjurkan adanya nasehat setelah shalat (Kiatab Bulghatus Salik, Juz. 1 Hal. 350)
SUNNAH 2x : Madzhab Syafi’i (Kitab al-Umm, Juz. 1 Hal. 280)
SUNNAH 1x : Sebagian pendapat dalam madzhab Hanbali (kitab al-Inshaf, Juz.2 Hal. 448)
Imam An-Nawawi ketika menyebutkan pendapat yang menganjurkan khutbah, beliau mengatakan,
Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dan dikutip oleh imam Ibnul Mundzir dari mayoritas ulama. (al-Majmu’, Juz. 5 Hal. 59) 

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda,
Panjangnya shalat imam, dan pendeknya khutbahnya menunjukkan pemahaman dia terhadap agama. Karena itu, perpanjang shalat dan perpendek khutbah. (HR. Muslim
2046)

Kita bisa lihat, redaksi khutbah gerhana yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sangat ringkas, bersifat indotrinasi, meluruskan pemahaman yang keliru di masyarakat, dan penjelasan amalan yang harus dilakukan oleh seorang muslim ketika gerhana. 
Khuthbah shalat gerhana sama dengan khuthbah shalat jum’at dalam rukun dan sunahnya, sedangkan dalam syaratnya tidak sama, dalam khuthbah shalat gerhana tidak harus berdiri, menutup aurat, suci dan duduk di antara dua khuthbah. (Kitab Nihayatuz Zain, Syaikh Nawawi al- Bantani, hal. 100).
Sumber dari tulisan Hidayatullah Asy-Syirbuniy

Artikel Terkait

Sejarah Gerhana Matahari dan Bulan Yang Ada Di Berbagai Negara
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel saya? Silakan berlangganan gratis via email